Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Featured Posts

Minggu, 13 Mei 2018

Dolan Dlingo : Lintang Sewu


Nampaknya Dlingo kini menjadi tujuan wisata primadona untuk menghabiskan waktu liburan, terlihat dari banyaknya wisata - wisata jogja yang namanya lekas terangkat ke permukaan. Salah satu wisata yang kini sedang nge-hits di telinga traveller yakni bukit lintang sewu, bukit lintang sewu cocok untuk kalian para pemburu sunset yang eksotis dan pencari spot foto yang unik. Bukan Cuma itu, kalian yang Cuma mau ngadem Karena suasana kota yang panas dan berpolusi, disini kalian di manjakan dengan keindahan pepohonan yang hijau dan rimbun yang bikin mata adem dan nikmati kesejukan udara di perbukitan wuiih di jamin kamu bakal betah lama - lama di bukit lintang sewu.
Bukit lintang sewu sekarang sudah memiliki fasilitas yang memadai dan spot foto yang terus di perbarui jadi kalian jangan meremehkan keramaian pengunjungnya, sebab pengunjung yang datang bisa di bilang cukup ramai apalagi pas waktu liburan datang bakal ramai banget.
Lokasi bukit lintang sewu berada di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi bukit lintang sewu dekat dengan wisata Bukit Panguk Kediwung yang juga menawarkan wisata alam yang tidak kalah kece nya. Pesona bukit lintang sewu tidak hanya bisa kamu nikmati di waktu sore saja, di sini kalian juga bisa menikmati di malam hari, sesuai dengan nama yang di sandangnya "Lintang Sewu" yang artinya Seribu Bintang. 
Biaya parkir di wisata bukit lintang sewu lumayan terjangkau yakni Rp. 2.000 dan biaya parkir sebesar Rp. 2.000 (motor) Rp. 3.000 (mobil) dan tiket masuk Rp.5.000 per orang. Fasilitasnya sudah komplit yakni, Toilet, Mushola, Area Parkir yang luas, Gazebbo, Warung Makan. Area Camping, dan Objek Foto Kece yang gratis dan berbayar untuk biaya perawatan.
Selamat berlibur kawan-kawan jangan lupa jaga kebersihan dan kenyamanan bersama.



Dolan Nang Dlingo : Jurang Tembelan Kanigoro


Sore ini, aku mau cerita tentang jalan-jalan ke Dlingo, buat kalian yang udah pernah ke Kebun Buah Mangunan, iya itu tuh pioneer nya wisata di Dlingo, kalian bisa langsung melipir manis ke wisata ini. Apakah itu? Jurang Tembelan Kanigoro.
Lokasi Jurang Tembelan berada di Dukuh Kanigoro, Mangunan, Bantul, Yogyakarta. Jaraknya dari pusat kota Yogyakarta sekitar 22 kilometer dan dapat ditempuh dengan perjalanan darat sektiar 1,5 jam. Itulah kenapa ada kata Kanigoro pada wisata ini. Waktu yang paling tepat untuk mengunjungi Jurang Tembelan Kanigoro adalah pada pagi hari sebelum matahari terbit. Tapi buat yang datang siang hari hingga sore hari masih bisa menikmati sejuknya alam dan spot selfie yang ciamik dan gratis.
Jurang Tembelan Kanigoro merupakan salah satu tempat wisata baru di Yogyakarta. Wisatawan biasanya datang untuk selfie dan memotret sunrise. Letaknya dekat dengan Kebun Buah Mangunan dan Bukit Panguk. Jadi buat yang merasa Kebun Buah Mangunan sudah terlalu padat manusia, kalian bisa pindah kesini nonton sunrise nya.
Jurang Tembelan Kanigoro sudah memiliki warung kopi, warung makan, gardu pandang dan fasilitas lain, jadi cukup nyaman buat kalian mampir kalo lagi ke Dlingo. Tiket masuknya masih gratis tapi kalian tetap harus membayar ongkos parkir untuk kendaraan kamu. Seingat aku hanya Rp.3000 (tiga ribu rupiah) untuk kendaraan motor roda dua. Mau ke lokasi? Langsung buka Google Maps kamu, masukan kata “Jurang Tembelan Kanigoro” dan peta akan membawamu sampai ke lokasi.
          Kelebihan :
-       Jarak parkir dan wisata tidak jauh
-       Spot foto gratis
-       Ada gardu pandang
-       Spot foto diperbarui
-       Parkir dan tiket murah
-       Makanan di warung relatif normal
-       Kebersihan cukup baik
Kekurangan :
-       Tidak cocok untuk penikmat sunset
-       Lokasi sempit dibanding wisata lain
-       Musim hujan jalanan kotor/ tanah menempel di alas kaki
-       Menurut saya Cuma cocok untuk mampir alias tidak berlama-lama karena waktu masih cukup untuk wisata kesebelah 













Kesepian itu penyakit mematikan


Kesepian adalah hal utama yang membunuh seseorang dalam panjangnya kehidupan yang ia alami. Lebih dari penyakit atau rasa sakit akibat suatu penyakit, kesepian itu seperti penyakit, penyakit paling berat yang mampu membunuh perlahan. Kemiskinan tidak lebih buruk dari kesepian itu sendiri. Selama masih bisa makan, maka kemiskinan bukanlah alasan untuk mati. Dan percayakah, Tuhan tidak pernah menciptakan manusia tanpa makan atau kemampuan untuk mencari makan. Maka dari itu, kemiskinan bukanlah hal utama yang membunuh seseorang. Kesepian, membuat seseorang berada dalam angannya sendiri, tidak ada kawan bercerita atau tempat meminta pendapat.
Maka bagi pasangan yang terus bertahan di tengah badai. Membangun biduk rumah tangganya, melahirkan anak-anak yang manis, merawat dan membesarkannya, hingga melepaskan mereka hidup mandiri dan terpisah. Yang tersisa kembali hanya berdua saja. Bertahun lamanya berjuang berdua, bukan hanya jalan yang lurus, tapi berkelok dan terjal. Bukan hanya menghadapi bab perut tapi seluruh bab kehidupan harus dihadapi bahkan dari hal yang hadir dari diri sendiri yaitu amarah, prinsip dan perbedaan-perbedaan lain.
Sungguh indahnya hubungan cinta yang demikian, meski sekarang tidak mudah mempertahankannya. Karena alasan ego, ekonomi dan lain-lain. Maka ketika Tuhan menciptakan jodoh yang menemani sepanjang hari, bertahun-tahun dan tak terpisah dengan ‘ketokan palu hakim’. Didalam diri mereka ada cinta yang kuat, rasa sayang yang hebat, yang mampu mengalahkan semua hal yang terus mencoba merusak kisah mereka.
Seperti secangkir kopi hitam, kau tetap merasakan pahitnya meskipun didalamnya sudah mengandung gula. Lalu apakah jika gulanya lebih banyak daripada kopinya, itu membuatmu merasa lebih nikmat untuk meminumnya? Tidak, justru kau akan membuangnya. Seperti itu pula kisah kehidupan, kau hanya perlu sedikit rasa manis untuk membuatnya seimbang.
Perjalan cinta yang tak terpisah oleh sebuah ego, adalah cerita manis yang patut dicontoh. Tidak ada perahu yang berlayar tanpa angin, tidak ada perahu yang sampai tujuan di laut sebrang tanpa melewati badai yang menerpanya. Maka, merekalah pasangan yang terkuat, dan terus bersama, sampai Tuhan berkata “pulanglah”. Selama apa kau bersamanya, setua apa usiamu sekarang, kehilangan belahan jiwa bukanlah perkara perut kosong atau mata yang mengantuk, karena keduanya hanyalah perkara mudah. Kehilangan menjadi sesuatu yang tiba-tiba saja menjadi ‘penyakit’ mematikan. Kebiasaan-kebiasaan yang setiap hari dilakukan bersama harus disudahi. Teman tertawa, teman bercerita bahkan teman bertengkar. Teman bermanja, teman tidur bahkan teman menuju kehidupan yang kekal (surga dan neraka). Maka dari itu kehilangan menjadi awal terserangnya penaykit kesepian.
Rasa kehilangan itu tidak akan bisa ditukar dengan apapun, meskipun ada anak-anak, ada uang dan ada kesempatan ‘mencari yang baru’. Bagi perahu yang bertahun lamanya berlayar, menemukan awak kapal atau nahkoda baru bukanlah hal yang mudah. Mereka harus kembali berlayar di titik awal lagi. Kesepian demikian bukanlah perkara kehilangan classmate saja, tapi ia mengalami kehilangan soulmate nya. Separuh dari dirinya, separuh kehidupannya, dan separuh hatinya.
Jika kita adalah orang lain, bukan tokoh yang mengalaminya, kita bisa apa? Mencoba untuk menyemangatinya? Tetap hidup dengannya? Mencarikan soulmate baru baginya? Atau apa? Rasanya hanya sia-sia, jika saja dia tidak ingin membunuh kesepiannya dengan hal yang sedikit saja membuatnya tersenyum. Bagi seorang yang mengalaminya, dia bisa saja merasa hanya menunggu waktu untuk menyusul “pulang” dengan harap akan ada kesempatan baginya bersama kembali di Surga. Sebagian besar dari pasien penyakit kesepian yang dialami di usia tua selalu berfikiran demikian. Jika saja ada yang bisa dilakukan orang lain untuk menyembuhkannya, penyakit itu hanya akan hilang sesaat saja. Kecuali, bagi mereka yang mau untuk mencari soulmate baru yang mungkin saja bisa menyembuhkannya.
Tapi, dia adalah tokoh yang hebat, perannya sungguh luar biasa. Dalam kisahnya dia memulai sejak akad diucap hingga raga terkubur. Cerita itu sudah berakhir meski kenangannya akan tetap hidup. Yang tersisa hanya kesepian dan harapan baru bagi yang mau.
Pada intinya, jika anda mengalahi kehilangan (karena kematian) bangkitlah, hiburlah diri sendiri, dekatkan dirimu pada Tuhan. Jika kau benar-benar mencintainya kau akan tetap menemaninya melalui doa-doa mu. Itu sudah cukup, sisanya pikirkan hari esok mu. Hari yang seharusnya lebih baik bagimu, kehidupanmu, orang-orang disekitarmu dan orang-orang yang selalu menyayangimu.

-Vannbie-

Senin, 30 Mei 2016

Efektivitas Penegakkan Hukum ditinjau dari Aspek Kelembagaan



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah     
Penegakan hukum adalah istilah yang sering kita dengar sehari-hari, dimana penegakan hukum selalu dikaitkan dengan hukum, keadilan dan lembaga penegak hukum. Penegakan hukum juga menjadi problematika yang terus dibahas diruang publik maupun privat, hal ini dikarenakan Indonesia yang merupakan negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan seluruh aktivitas negara dan masyarakat sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945.  
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintahn dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.[1] Hukum bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, dengan hukum tertentu.[2] Pembahasan mengenai penegakan hukum tidak hanya seputar hukum sebagai dasar negara, akan tetapi penegakan hukum berkaitan dengan berbagai permasalahan yang ada dimasyarakat begitu juga mengenai peran serta masyarakat dalam mewujudkan negara yang sejahtera.
Bangsa Indonesia pada saat ini sedang mengalami multi krisis yang salah satunya adalah krisis dalam penegakan hukum.[3] Indikasinya ketika dalam penegakan hukum semata- mata mengutamakan aspek kepastian hukum (rechtssicherheit) dengan mengabaikan aspek keadilan (gerechtigkeit) dan kemanfaatan hukum (zweckmassigheit) bagi masyarakat. Adagium bahwa cita hukum adalah keadilan (justice) dalam konteks perkembangan abad 21 telah berubah. Abad nasionalisme modern yang mengutamakan daya nalar hampir tidak pernah memuaskan pikiran manusia tentang arti dan makna keadilan (Belanda: rechtsvaardigheid) di dalam irama gerak hukum dalam masyarakat.[4]
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.[5]
Maka peran masyarakat menjadi penting dalam penegakan hukum. Apabila tatanan masyarakat dalam aturan normatif berjalan dengan baik maka hal itu mendukung adanya kinerja para penegak hukum, sehingga membentuk penegakan hukum yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat Indonesia berkembang secara dinamis sehingga hukum sulit untuk selalu mengakomodir berbagai permasalahan hukum yang berkembang di masyarakat. Selain itu perkembangan masyarakat menggeser norma-norma yang berlaku yang ternyata berdampak pada berbagai aspek kehidupan terutama pada hukum itu sendiri.
Berbicara mengenai penegakan hukum, dapat ditinjau dari berbagai aspek yakni mengenai kebijakan, pelaksanaan, pengawasan dan kelembagaan. Dari berbagai aspek tersebut dapat ditelaah lebih jauh bagaimana penegakan hukum yang baik dan sesuai dengan masyarakat. Keseluruh aspek merupakan aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan demi majunya penegakan hukum di Indonesia.
B.     Rumusan masalah :
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana efektivitas penegakan hukum ditinjau dari aspek kelembagaan ?

           


PEMBAHASAN
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Maka mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran (masyarakat). Di samping itu, mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. [6]
Sudah kita ketahui lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah rendahnya moralitas penegak hukum, penegak hukum merupakan bagian paling penting, dimana lembaga penegak hukum merupakan piranti dalam penegakan hukum itu sendiri. Perlu diketahui lembaga-lembaga mana saja yang berperan dalam penegakan hukum di Indonesia serta sejauh mana peran seluruh lembaga penegak hukum.
Penegak hukum di Indonesia antara lain kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan, disamping itu pengacara atau advokat juga disebut-sebut merupakan salah penegak hukum. Masing-masing penegak hukum memiliki wewenang dan peran penting bagi tegaknya hukum di Indonesia.
Frasa “penegak hukum” terdapat pula dalam peraturan yang terpisah antara lain:
a. Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasannya yang berbunyi:
Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.”
Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1): “Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.”
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
c.  Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya: Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dalam penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.
d.    Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan penjelasannya: Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan "penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Penegakkan Hukum di Indonesia tidak terlepas dari peran para aparat penegak hukum. Menurut Pasal 1 Bab 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud aparat penehak hukum oleh undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1.      Penyelidik ialah pejabat polisi negara Repulik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikkan.
2.      Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.
3.      Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan ketetapan hakim.
4.      Hakim yaitu pejabat peradilan Negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengadili.
5.      Penasehat hukum ialah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk memeberikan bantuan hukum.

Untuk melihat efektifitas penegakan hukum tersebut dapat ditinjau dengan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M Friedman.  Lawrence M Friedman membagi sistem hukum menjadi tiga bagian yaitu :[7] (1) Struktur Hukum (Legal Structure), (2) Substansi Hukum (Legal Substance), (3) Budaya Hukum (Legal Culture).
Teori pertama mengenai struktur hukum, Lawrence M Friedman menyebut bahwa suatu sistem struktur menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik.[8] Di Indonesia, struktur penegakan hukum sudah tertata dengan baik, seluruh proses peradilan sudah tersistem. Mulai dari tingkat Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan hingga ke Lembaga Permasyarakatan. Sehingga ditinjau dari teori struktur, Indonesia memiliki struktur hukum yang sudah memadai, akan tetapi kurangnya sumber daya manusia dan sarana prasarana yang mendukung berkembangnya penegak hukum menghambat kinerja struktur hukum dan sistem hukum di Indonesia.
Teori kedua dari Lawrence M Friedman menyatakan bahwa substansi hukum menentukan bisa atau tidaknya sebuah hukum dapat dilaksanakan. Substansi juga bermakna bahwa produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Selain itu substansi hukum mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Dan hukum yang hidup di masyarakat dapat dijadikan acuan dalam membangun hukum yang berkeadilan.[9]
Di Indonesia memiliki hukum yang dikodifikasi, seperti undang-undang dan berbagai peraturan lain dibawahnya. Selain itu di Indonesia juga masih mengakomodir hukum adat meskipun tidak berlaku universal. Sistem hukum yang berkembang di Indonesia sangat plural. Masing-masing sistem hukum memiliki substansi yang masing-masing bisa saling melengkapi namun juga tidak sedikit yang saling bertentangan. Dari seluruh penegak hukum, masing-masing diantaranya memiliki pedoman pelaksanaan dan dasar kewenangan masing-masing.
Kepolisian diatur di Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik indonesia, Kejaksaan diatur di Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Hakim atau Pengadilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 Sudah diubah menjadi undang undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman. Lembaga permasyarakatan diatur dalam Undang-undang no. 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan. Penasehat hukum atau advokat diatur dalam Undang-undang no.18 Tahun 2003.
Banyaknya peraturan mengenai penegak hukum, tak berarti penegakan hukum berjalan dengan sempurna. Ditinjau dari substansi peraturannya masih banyak hal yang perlu direvisi lagi. Misalkan Kelemahan Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik indonesia. Komisioner Kompolnas M Nasir mengatakan, terdapat empat kelemahan dalam UU tentang Polri. Menurutnya, empat kelemahan ini bisa menjadi substansi yang diubah dalam revisi UU oleh DPR. Kelemahan pertama, aroma militeristik masih terasa dalam UU Polri yang lahir 12 tahun silam itu. Terlebih lagi, UU tersebut lahir satu tahun setelah Polri pisah dari militer. Hal ini pula yang menjadikan Polri tidak berorientasi pada kekuatan rakyat sipil. Kelemahan kedua, terkait dengan fungsi Polri sebagai penegak hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam UU Polri tersebut, tak ada ketentuan yang kuat sehingga dalam pelaksanaan implementasi tugas sehari-hari di lapangan, pengawasan atas kinerja integritas itu kelihatan tidak melekat atau tidak kompetensi. Kelemahan ketiga, dalam UU ini tak mengatur hal-hal yang dapat mendorong akuntabilitas dan transparansi seluruh tindakan kepolisian. Sedangkan kelemahan keempat, UU ini tidak mengakomodasi prinsip-prinsip yang berorientasi kepada transparansi tindakan.  Sehingga seringkali disalahartikan banyak pihak termasuk masyarakat, dan ini membuat Polri berada pada posisi yang tidak menguntungkan.[10]
Dengan melihat kelemahan substansi hukum dan realitas masih banyaknya kejahatan dimasyarakat maka terlihat bagaimana perkembangan penegakan hukum tidak merespon kebutuhan masyarakat. Hal ini mengakibatkan adanya  jarak antara hukum dengan kondisi sosial masyarakat. Jika menelisik mengenai hubungan sosial masyarakat dengan hukum maka perlu tinjau pada teori yang ketiga.
Teori Lawrence M Friedman yang ketiga yakni budaya hukum menganggap bahwa sikap manusia terhadap hukum lahir melaui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya yang berkembang menjadi satu didalamnya. Kultur hukum menjadi suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.[11]
Budaya hukum selalu berhubungan dengan realitas sosial masyarakat. Realitas ini menunjukkan bahwa perubahan hukum meliputi segala segi kehidupan, sehingga dengan demikian mempunyai jangkauan yang amat luas, sebab terjadinya juga bermacam-macam, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan hubungannya dengan mental manusia, kemajuan teknologi dan aplikasinya dalam masyarakat, kemajuan sebagai sarana komunikasi, transportasi, urbanisasi, perubahan tuntutan manusia, peningkatan kemampuan manusia, dan lain-lain.
Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial, namun satu hal yang menarik adalah justru hukum tertinggal di belakang objek yang diaturnya. Dengan demikian selalu terdapat gejala bahwa antara hukum dan perilaku sosial terdapat suatu jarak perbedaan yang sangat mencolok. Apabila hal ini terjadi, maka akan timbul ketegangan yang semestinya harus segera disesuaikan supaya tidak menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan, tetapi usaha ke arah ini selalu terlambat dilakukan.[12]
Hubungan fungsional antara sistem hukum yang dipakai dengan struktur masyarakat dapat dilihat pada pandangan Emile Durkheim, yang mengatakan sebagai berikut: Sistem hukum yang represif biasanya berlaku dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis, karena ia mampu mempertahankan kebersamaannya dalam masyarakat. Sedangkan sistem hukum restitutif mempunyai hubungan fungsional dengan masyarakat melaluui solidaritas organik, karena sistem ini, memberikan kebebasan kepada masing-masing individu untuk berhubungan satu sama lain menurut pilihannya sendiri. Disini hukum hanya mengupayakan untuk mencapai keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak yang berinteraksi.[13] Maka lemah dan kuatnya penegak hukum tergantung kepada budaya hukum di masyarakat, pemahaman dan tingkat kesadaran hukum di masyarakat.
Hukum dimasyarakat belum menjadi budaya yang positif, terlihat dari munculnya istilah ‘hukum untuk dilanggar’ dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dijadikan suatu kebiasaan, seperti menerobos rambu lalu lintas. Namun tidak dipungkiri pelanggaran hukum itu sendiri juga dilakukan oleh para penegak hukum, seperti korupsi di kalangan atas dan razia ketertiban (tilang) secara ilegal.
Penegak hukum bukanlah sebuah lembaga yang abadi, tidak pula alat untuk mencapai suatu keadilan. Penegak hukum berjalan dengan efektif apabila secara substantif terus diperbarui seiring perkembangan masyarakat, selain itu kualitas dan kepercayaan masyarakat itu sendiri mempengaruhi kemajuan penegakan hukum oleh para penegak hukum. Ketertiban masyarakat bukan tergantung dari penegak hukum saja akan tetapi peran masyarakat yang sadar akan pentingnya penegakan hukum itu sendiri.




PENUTUP
Bangsa Indonesia pada saat ini sedang mengalami multi krisis yang salah satunya adalah krisis dalam penegakan hukum.[14] Indikasinya ketika dalam penegakan hukum semata- mata mengutamakan aspek kepastian hukum (rechtssicherheit) dengan mengabaikan aspek keadilan (gerechtigkeit) dan kemanfaatan hukum (zweckmassigheit) bagi masyarakat. Adagium bahwa cita hukum adalah keadilan (justice) dalam konteks perkembangan abad 21 telah berubah. Abad nasionalisme modern yang mengutamakan daya nalar hampir tidak pernah memuaskan pikiran manusia tentang arti dan makna keadilan (Belanda: rechtsvaardigheid) di dalam irama gerak hukum dalam masyarakat.
Pemaparan teori sistem hukum juga dikemukakakan oleh oleh Lawrence M Friedman yang membagi sistem hukum menjadi tiga bagian yaitu : Struktur Hukum (Legal Structure); Substansi Hukum (Legal Substance); Budaya Hukum (Legal Culture).
Teori pertama mengenai struktur hukum dalam teori Lawrence M Friedman menyebut bahwa suatu sistem struktur menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Teori kedua dari Lawrence M Friedman menyatakan bahwa substansi hukum menentukan bisa atau tidaknya sebuah hukum dapat dilaksanakan. Substansi juga bermakna bahwa produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Selain itu substansi hukum mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Dan hukum yang hidup di masyarakat dapat dijadikan acuan dalam membangun hukum yang berkeadilan. Teori yang ketiga yakni budaya hukum menganggap bahwa sikap manusia terhadap hukum lahir melaui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya yang berkembang menjadi satu didalamnya. Kultur hukum menjadi suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan
Penegak hukum dapat bekerja dengan baik apabila :
1.      Peningkatan moralitas penegak hukum.
2.      Sumber daya manusia dan sarana prasana yang diperbarui serta dimaksimalkan.
3.      Peraturan atau sistem hukum yang terus diperbarui sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.
4.      Membudayakan hukum dalam masyarakat.
5.      Menghapuskan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat sehingga mengurangi angka kejahatan.


DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, Penegakan Hukum, e-book.
Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001.
Friedman, Lawrence M. Sistem Hukum; Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System ; A Social Science Perspective), Bandung: Nusa Media, 2009.
Hartono, Sunaryati, CFG, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni, 1991.
J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prenhallindo, 2007.
Manan H., Aspek-aspek Pengubah Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Rahardjo, Satjipto Sisi-Sisi lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta : Buku Kompas, 2006.
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta: 1966.





[1] Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia (Jakarta: 1966), hlm.13.
[2] J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Prenhallindo, 2007), hlm. 30.
[3] Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi-Sisi lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 169.
[4] Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm. 30
[5] Penegakan Hukum, Prof. Jimly Asshiddiqie, e-book.
[6] Soerjono 2002 34
[7] Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum; Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System ; A Social Science Perspective), Penerbit Nusa Media, Ujungberung, Bandung, 2009, Hlm 33.
[8] Ibid.
[9] Ibid., Hlm. 34.
[11] Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum; Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System ; A Social Science Perspective), Penerbit Nusa Media, Ujungberung, Bandung, 2009, Hlm 34.
[12] Abdul Manan, H., Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 72.
[13] Sunaryati Hartono, CFG, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 83.
[14] Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi-Sisi lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 169.